Edisi 201 Khutbah Jum’at : Larangan Suap Dalam Islam

LARANGAN SUAP DALAM ISLAM

  Prananto, ST., MAP  

Khutbah I

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

 أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

 اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

أَمَّا بَعْدُ

أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ ,يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْن

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT  dimana kita masih dipertemukan oleh-Nya di hari yang mulia ini, hari Jumat. Di tempat yang dimuliakan oleh Allah SWT yakni di masjid. Bersama dengan orang-orang yang Insya Allah juga ditinggikan derajatnya di sisi Allah, yakni orang-orang yang bertakwa.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurah limpahkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW, bersama keluarga, sahabat, dan umatnya.

Sebagai khatib saya mengajak pada diri saya sendiri dan seluruh jamaah shalat jum`at sekalian, Marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita  kepada Allah SWT dengan berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya dimanapun dan kapanpun.

Semoga kita kelak dimasukkan surga Allah bersama orang-orang yang bertaqwa. Aamiin

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Islam tidak melarang umatnya mengumpulkan harta demi memenuhi kebutuhan hidup mereka di dunia. Justru, Islam mewajibkan mereka untuk bekerja mencari harta. Sebab, Islam menempatkan harta benda sebagai alat pendukung bagi manusia untuk melakukan amal shaleh demi kepentingan kehidupan yang baik di akhirat kelak. Oleh karena itu, Islam memberikan aturan yang begitu jelas kepada umat manusia tentang bagaimana prosedur memperoleh harta, menggunakan dan mempertanggungjawabkannya.

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (QS Al Jumu’ah:10)

Akan tetapi, harus diingat bahwa Islam juga memberi peringatan kepada setiap orang yang beriman untuk bersikap waspada terhadap harta kekayaan yang diamanatkan Allah kepadanya. Karena harta kekayaan sering kali menjerumuskan manusia. Karenanya, setiap muslim harus selalu ingat bahwa harta benda merupakan sesuatu yang tidak kekal dan hanya permainan belaka. Cinta manusia pada harta sering kali menjadi cinta yang buta, mudah membuat lalai, menumbuhkan tamak, bahkan tega berbuat keji kepada saudaranya sendiri demi mendapatkannya.

Allah Swt. berfirman:

اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ

Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS Al Hadid:20)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Karena didorong sifat tamak, tidak jarang orang tergoda untuk mendapatkan harta kekayaan melalui cara-cara batil yang tidak dibenarkan syari‘at Islam ataupun nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya. Termasuk cara mendapatkan harta yang batil ialah melakukan praktek suap-menyuap.

Secara umum, suap-menyuap merupakan tindakan memberikan uang atau imbalan materi lainnya kepada seseorang dengan maksud tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, suap-menyuap biasanya berbentuk pemberian sejumlah uang atau imbalan materi kepada penguasa atau pegawai instansi tertentu agar penguasa atau pegawai tersebut menjatuhkan keputusan yang menguntungkan diri orang yang menyuap. Juga termasuk praktik suap-menyuap adalah memberikan imbalan materi agar urusannya didahulukan atau ditunda karena ada suatu kepentingan tertentu.

Islam mengharamkan seorang muslim melakukan praktik suapmenyuap. Begitu juga penguasa dan pembantu-pembantunya diharamkan menerima uang suap. Adapun untuk pihak ketiga yang menjadi perantara tindakan maksiat tersebut, Islam juga memberikan ancaman yang setimpal. Allah Swt. berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ

Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS AL Baqarah:188)

Senada dengan ayat Al-Qur’an di atas, Di dalam sebuah hadits diriwayatkan:

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْمِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemberi suap dan penerima suap di dalam hukum. (HR. Ahmad)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Menyuap ataupun disuap diharamkan oleh Islam tidak lain karena termasuk salah satu bentuk kemaksiatan dan kemunkaran. Dosa akibat praktik suap tidak hanya merugikan pelakunya, akan tetapi juga menimbulkan kerusakan dan kemadlaratan bagi masyarakat luas. Akibat praktik suap, supremasi hukum menjadi porak-poranda dan keadilan hanya akan memihak orang-orang yang memiliki uang atau materi saja. Dengan demikian, tatanan masyarakat menjadi hancur.

Sebenarnya memberikan suatu materi kepada orang lain tidak selalu identik dengan praktik suap. Dalam syariat Islam, dikenal istilah hadiah atau hibah. Menurut pengertian hukum fiqh, hadiah adalah pemberian sesuatu dengan tujuan mengekspresikan kecintaan atau setidaknya bertujuan mendapat pahala. Hadiah biasanya diberikan kepada famili, teman, tetangga, para ulama, atau siapa pun yang dianggap baik dan dicintai. Oleh karena itu, hadiah pada dasarnya merupakan sesuatu yang wajar. Karena hadiah didasarkan rasa cinta kasih dan hormat-menghormati, maka Islam sangat menganjurkannya.

Dalam sebuah riwayat dari Abu Muslim Al Khurasani r.a. disebutkan bahwa Rasulullah bersabda:

تَصَافَحُوْا يَذْهَبُ الغِلُّ ، وتَهَادَوْا تَحَابُّوا ، وَتَذْهَبُ الشَحْنَاءُ

Berjabat tanganlah kalian, niscaya akan hilang kedengkian di antara kalian dan saling memberi hadighlah kalian, niscaya akan hilang perasaan kebencian di antara kalian. (HR. Malik).

Saling memberi hadiah adalah merupakan amal shaleh yang memiliki nilai positif, khususnya dalam membangun semangat kebersamaan dan ukhuwwah Islamiyah.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Namun dalam realitas kehidupan masyarakat dewasa ini, hadiah telah terdistorsi dengan berbagai motivasi bahkan bergeser dari tujuan utamanya. Apalagi apabila hadiah tersebut diberikan kepada orang yang memiliki kekuasaan, wewenang, atau jabatan, maka tidak mustahil pemberian hadiah itu memiliki maksud-maksud tersembunyi. Hadiah dalam pengertian seperti ini diharamkan oleh Islam, karena hadiah yang diberikan kepada penguasa jarang sekali didasarkan pada rasa cinta, namun sering kali dimotivasi tujuan-tujuan tertentu.

Salah satu strategi untuk menghadapi penyakit sosial ini, selain upaya penegakan hukum oleh aparatur negara, perlu dilakukan gerakan kembali kepada moralitas Islam sebagai dasar motivasi, inspirasi dan pedoman dalam langkah kehidupan dan perilaku kehidupan masyarakat sehari-hari. Semua pejabat negara harus sadar bahwa hadiah normalnya merupakan sesuatu yang sifatnya wajar, bukan bernilai fantastis sehingga membuat orang yang mendengarnya menjadi terbelalak.

Oleh karena itu, moralitas Islam harus diaktualisasikan terus menerus untuk mencuci moral dan mentalitas korup yang selama ini menghinggapi sebagian komponen anak bangsa. Mentalitas korup sangat merugikan masyarakat luas tidak saja pelakunya. Itulah sebabnya mengapa Islam sama sekali tidak mentolelir praktik suap menyuap.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Fenomena yang banyak terjadi di masyarakat tentang suap ini sangat memprihatinkan, baik berkaitan dengan memutuskan hukum atau mendapatkan jabatan, atau lainnya.

Selayaknya umat Islam tidak melakukannya. Bahkan seharusnya mereka mengingkarinya sesuai dengan kemampuan, baik dengan tangan/kekuasaan, lesan/perkataan, atau paling tidak dengan hati.

Jangan sampai mengikut arus dan larut di dalam kemaksiatan. Karena hal itu akan menyebabkan kecelakaan di dunia dan akhirat.

Orang-orang yang pernah terjerumus di dalam perbuatan suap, atau masih melakukannya, harus segera bertaubat jika ingin selamat.

Adapun orang-orang yang telah terlanjur mendapatkan pekerjaan dengan jalan suap, maka dia harus benar-benar bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla. Sedangkan gajinya, jika memang dia bekerja dengan baik dan amanah, mudah-mudahan itu merupakan haknya.

Hendaklah orang yang beriman selalu ingat bahwa dunia itu fana, kematian bisa datang kapan saja, dan di akhirat akan ada perhitungan dan pembalasan terhadap perbuatan. Maka orang yang berakal seharusnya lebih mengutamakan kebaikan akhirat yang kekal daripada dunia yang sementara. Hanya Allâh Tempat mengadu.

Mudah-mudahan tekad kita memberantas praktik korupsi, kolusi dan nepotisme akan terlaksana dengan dilandasi oleh kesadaran dan nilai-nilai ketakwaan. Aamiin

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II :

  اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا.

 أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا  اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

  اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعلى آله وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

 أيها الناس، اتقوا الله، وافعلوا الخيرات، واجتنبوا السيئات. إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

 اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى وَعَلَى اله وَصَحْبِهِ أجمعين وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

 اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ،إِنَّكَ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.

 ربَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ –

 رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ.

 سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ أَقِيْمُوا الصَّلَاة

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*