Menyiapkan naskah khutbah Jum’at bukanlah sesuatu yang sulit, karena sekarang ini sudah banyak buku-buku yang berisi kumpulan naskah khutbah yang dengan mudah diperoleh di toko-toko buku atau di tempat lain. Buku-buku khutbah dengan berbagai bahasa (Arab, Indonesia, bahasa daerah) dalam berbagai topik atau tema sangat mudah didapat sekarang ini. Karena itu seorang khatib tidak terlalu susah untuk menyiapkan teks atau naskah khutbah, jika menggunakan cara ini. Khatib tinggal membacanya mulai awal hingga akhir.
Bisa juga khatib menyiapkan naskah khutbah Jum’at sendiri, yakni dengan menyusun teks atau naskah sendiri. Khatib dapat membuatnya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan di atas, baik syarat, rukun, maupun sunnahnya.
Untuk menyusun naskah khutbah yang baik, seorang khatib harus memiliki kemampuan atau wawasan yang luas tentang agama, terutama pengetahuannya tentang al-Quran dan hadits. Bisa juga khatib membuatnya dengan mendasarkan pada buku-buku yang dibacanya. Khatib kemudian menyusunnya dengan lengkap, sehingga tinggal membacanya ketika berkhutbah.
Khatib juga bisa langsung berkhutbah tanpa naskah atau teks yang lengkap, cukup dengan poin-poin penting saja, misalnya dengan menulis beberapa ayat alQuran atau hadits dan garis-garis besar isi khutbahnya. Bahkan bisa saja khatib berkhutbah langsung tanpa naskah sama sekali, dan yang penting semua ketentuan khutbahnya terpenuhi.
Menyusun naskah khutbah Jum’at pada prinsipnya tidak berbeda dengan membuat karya tulis ilmiah pada umumnya. Untuk menghasilkan naskah khutbah yang berbobot – dalam arti memenuhi patokan tulisan ilmiah – maka penyusunannya harus mengikuti langkah-langkah atau metodologi penulisan karya ilmiah pada umumnya. Hanya saja, untuk naskah khutbah Jum’at ada aturan-aturan khusus yang harus dipenuhi terkait dengan syarat dan rukunnya (seperti dijelaskan di atas).
Ada dua langkah yang dapat ditempuh untuk menyusun naskah khutbah, yaitu merancang isi naskah dan menulis naskah berdasarkan rancangan tersebut (Sudjana, 1992: 49).
Kedua langkah ini akan diuraikan di bawah.
- Merancang naskah Naskah khutbah dapat mulai dirancang setelah menentukan judul atau topik khutbah. Rancangan ini berisi garis-garis besar dari isi atau materi khutbah. Rancangan ini kemudian dikembangkan dengan pembahasan yang detail dengan mengikuti pendekatan ilmiah. Rancangan ini hendaknya juga didasarkan pada alur pikir dan logika yang runtut dan sistematis, jangan sampai melompat-lompat, apalagi jungkir balik. Untuk menyusun naskah atau karya ilmiah yang baik, ada empat tahapan yang dapat dipenuhi, yaitu:
- Perumusan masalah, yaitu menentukan sebuah masalah. Naskah tidak akan dapat disusun tanpa ditentukan masalahnya terlebih dahulu. Dari masalah yang sudah ditentukan dapat diturunkan lagi menjadi topik yang lebih spesifik yang kemudian dapat dikembangkan menjadi suatu tulisan. Banyak sekali masalah yang dapat diangkat dan dapat dituangkan dalam suatu naskah. Masalah ini dapat diperoleh dengan banyak membaca buku-buku literatur (agama maupun umum), terutama dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu alQuran dan hadits. Masalah juga dapat diperoleh dengan mendasarkan pada berbagai fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, terutama fenomena-fenomena yang aktual dan terkini.
- Pengembangan hipotesis, yaitu pendapat yang kebenarannya masih belum meyakinkan. Kebenaran pendapat ini perlu diuji dan dibuktikan. Hipotesis ini bermanfaat dalam penentuan proses dan langkah untuk memecahkan masalah yang dirumuskan. Manfaat yang dimaksud di sini terutama dalam penentuan proses pengumpulan data, mencari sumber data, dan teknik analisis data. Dalam penyusunan naslah ilmiah, hipotesis ini berufungsi untuk mengarahkan imajinasi ilmiah penyusun naskah agar bisa mengantisipasi apa yang bakal terjadi jika ia berupaya memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan pendekatan-pendekatan yang bervariasi sehingga permasalahan itu dapat dipecahkan dengan baik.
- Pengumpulan dan analisis data. Tahapan ini ditempuh agar apa yang telah dihipotesiskan dapat didukung dengan data-data yang memadai. Dalam penyusunan naskah khutbah pendekatan yang digunakan di sini adalah pendekatan Qurani, yaitu dengan mencari dan menghadirkan ayat-ayat alQuran yang berkaitan dengan permasalahan yang dibicarakan ditambah dengan hadits-hadits Nabi yang merupakan penjelas lanjut dari ayat-ayat alQuran. Ayat-ayat al-Quran ini dapat dianggap sebagai data yang dapat mendukung dan membantah hipotesis yang diajukan. Data-data lain yang juga bisa dikemukakan adalah pendapat para ulama (cendekiawan) dan teori-teori atau hukum-hukum yang telah mapan. Data-data yang memadai akan sangat membantu dalam pembuatan naskah yang utuh. Jika datanya tidak lengkap, maka bisa jadi naskah yang dibuat tidak utuh dan terkadang malah mengundang polemik. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secukupnya sehingga data-data yang dikumpulkan itu benar-benar bermakna atau mendukung permasalahan yang dikaji.
- Pengujian hipotesis. Tahapan ini bertujuan untuk menentukan posisi penyusun atau penulis naskah terkait dengan masalah yang dibahas. Pada tahapan ini penyusun harus bisa menetapkan apakah hipotesisnya ditolak atau diterima. Di sinilah penyusun mengambil posisi dan menentukan posisi ilmiah bagi dirinya. Karena itu, ia perlu mengambil kesimpulan dan memberikan saran atau himbauan.
- Menulis naskah
Setelah selesai membuat rancangan seperti di atas, langkah berikutnya yang harus ditempuh adalah menulis naskah berdasarkan rancangan yang dibuat. Ketrampilan menulis menjadi prasarat utama, sebab bagaimanapun baiknya rancangan yang dibuat jika tidak ditulis secara lengkap tidak akan banyak berarti. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam menulis naskah khutbah atau karya ilmiah pada umumnya, yaitu alur pikir materi yang akan ditulis dan bahasa tulis untuk mengekspresikan buah pikiran tersebut. Kedua hal ini dapat diupayakan dengan membiasakan (berlatih) menulis.
Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam rangka penulisan naskah di antaranya adalah:
- kumpulkan bahan-bahan yang berkenaan dengan rancangan yang telah dibuat, baik dari al-Quran dan hadits, dari buku, jurnal ilmiah, maupun dari bahan-bahan lainnya;
- setelah bahan-bahan diperoleh, segeralah memulai menulis dengan berpedoman kepada rambu-rambu dalam rancangan;
- setelah semua bagian selesai ditulis, baca kembali hasil tulisan tersebut; dan
- mintalah orang lain yang lebih ahli untuk membaca hasil tulisan tersebut untuk melihat kualitasnya.
Adapun isi dari suatu naskah atau tulisan ilmiah setidaknya mengikuti sistematika ilmiah pada umumnya. Sistematika itu diawali dengan pendahuluan untuk mengantarkan pada isi uraian naskah. Untuk naskah khutbah selalu diawali dengan mengemukakan rukun-rukun khutbah seperti puji-pujian kepada Allah, shalawat atas Nabi Muhammad Saw, dua kalimah syahadat, ayat-ayat al-Quran, dan berwasiat dengan ketakwaan.
Di khutbah kedua ditambah dengan doa untuk minta ampunan bagi kaum Muslim dan mu’min. Setelah itu ditentukan masalah yang akan dibahas agar pembaca atau pendengar mengerti benar permasalahannya.
Kemudian disajikan pembahasan yang diuraikan secara sistematis dengan mengemukakan berbagai alternatif pemecahan masalahnya.
Dan akhirnya naskah diakhiri dengan rumusan kesimpulan penting yang dilanjutkan dengan pemberian saran yang terkait dengan kesimpulannya
Disarikan dari : IBADAH JUM’AT DAN PENYUSUNAN NASKAH KHUTBAH∗ Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.∗∗


Leave a Reply